Kamis, 07 Maret 2013

SAJAK PULAU BALI


Oleh :  W.S. Rendra

Sebab percaya akan keampuhan  industri 
dan yakin bisa memupuk modal nasional 
dari kesenian dan keindahan alam, 
maka Bali menjadi obyek pariwisata.
Betapapun : 
tanpa basa-basi keyakinan seperti itu,
 
Bali harus dibuka untuk pariwisata.
 
Sebab :
 
pesawat-pesawat terbang jet sudah dibikin,
 
dan maskapai penerbangan harus berjalan.
 
Harus ada orang-orang untuk diangkut.
 
Harus diciptakan tempat tujuan untuk dijual.
Dan waktu senggang manusia, 
serta masa berlibur untuk keluarga,
 
harus bisa direbut oleh maskapai
 
untuk diindustrikan.
Dan Bali, 
dengan segenap kesenian,
 
kebudayaan, dan alamnya,
 
harus bisa diringkaskan,
 
untuk dibungkus dalam kertas kado,
 
dan disuguhkan pada pelancong.
Pesawat terbang jet di tepi rimba Brazilia, 
di muka perkemahan kaum Badui,
 
di sisi mana pun yang tak terduga,
 
lebih mendadak dari mimpi,
 
merupakan kejutan kebudayaan.
Inilah satu kekuasaan baru. 
Begitu cepat hingga kita terkesiap.
 
Begitu lihai sehingga kita terkesima.
Dan sementara kita bengong, 
pesawat terbang jet yang muncul dari mimipi,
 
membawa bentuk kekuatan modalnya :
 
lapangan terbang. “hotel – bistik – dan – coca cola”,
 
jalan raya, dan para pelancong.
“Oh, look, honey – dear ! 
Lihat orang-orang pribumi itu!
 
Mereka memanjat pohon kelapa seperti kera.
 
Fantastic ! Kita harus memotretnya ! 
…………………………..
Awas ! Jangan dijabat tangannya ! 
senyum saja
 and say hello. 
You see, tangannya kotor 
Siapa tahu ada telor cacing di situ.
 
…………………….
My God, alangkah murninya mereka. 
Ia tidak menutupi teteknya !
 
Look, John, ini benar-benar tetek. 
Lihat yang ini ! O, sempurna !
 
Mereka bebas dan spontan.
 
Aku ingin seperti mereka…..
 
Eh, maksudku…..
 
Okey ! Okey !….Ini hanya pengandaian saja. 
Aku tahu kamu melarang aku tanpa beha.
 
Look, now, John, jangan cemberut ! 
Berdirilah di sampingnya,
 
aku potret di sini.
 
Ah !
 Fabolous !”
Dan Bank Dunia 
selalu tertarik membantu negara miskin
 
untuk membuat proyek raksasa.
 
Artinya : yang 90 % dari bahannya harus diimpor.
Dan kemajuan kita 
adalah kemajuan budak
 
atau kemajuan penyalur dan pemakai.
Maka di Bali 
hotel-hotel pribumi bangkrut
 
digencet oleh
 packaged tour.
Kebudayaan rakyat ternoda 
digencet standar dagang internasional.
Tari-tarian bukan lagi satu mantra, 
tetapi hanya sekedar tontonan hiburan.
 
Pahatan dan ukiran  bukan lagi ungkapan jiwa,
 
tetapi hanya sekedar kerajinan tangan.
Hidup dikuasai kehendak manusia, 
tanpa menyimak jalannya alam.
 
Kekuasaan kemauan manusia,
 
yang dilembagakan dengan kuat,
 
tidak mengacuhkan naluri ginjal,
 
hati, empedu, sungai, dan hutan.
 
Di Bali :
 
pantai, gunung, tempat tidur dan pura,
 
telah dicemarkan
Pejambon, 23 Juni 1977. 
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://zhuldyn.wordpress.com)

0 comment: