That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth..

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth.

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth.

Tampilkan postingan dengan label Inspiration for us. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspiration for us. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Mei 2013

Ibu Yang Meraih Rekor MURI Karena Memiliki 10 Anak Dokter


moq47sfa
Inilah Ibu Yang Meraih Rekor MURI Karena Memiliki 10 Anak Yang Berprofesi Sebagai Dokter. Orang tua mana yang tak bangga melihat anak-anaknya sukses. Hal itu dirasakan Nafisah Ahmad Zen Shahab, ibu dengan 12 orang anak yang sukses.

Uniknya, sepuluh diantaranya telah berhasil menjadi dokter dan dokter spesialisasi. Padahal, ibunda Nafisah dan suaminya, almarhum Alwi Idrus Shahab, tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran. “Kami cuma pedagang biasa,” ujar nenek berusia 64 tahun yang kini sudah memiliki 30 cucu ini.

Dari sepuluh dokter tersebut, tujuh diantaranya telah berhasil meraih pendidikan spesialis. Yaitu pertama, DR.Dr. Idrus Alwi,Sp.PD.KKV,FECS,FACC, meraih spesialisasi di bidang kardiovaskular dan satu-satunya yang sudah meraih gelar doktor di keluarga saat ini. Kedua, Drg. Farida Alwi, yang menekuni bidang spesialisasi gigi. Ketiga, Dr. Shahabiyah,MMR, yang menjadi Dirut RSU Islam Harapan Anda di Tegal.

pspcq6qwKeempat, Dr. Muhammad Syafiq, Sp.PD, yang bekerja sebagai Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang kini tengah menempuh pendidikan lanjutan di Jepang. Kelima, Dr. Suraiyah, SpA, yang mendalami spesialisasi Anak. Kemudian, Dr. Nouval Shahab,SpU, yang tak lain dokter spesialis Urologi, dan terakhir Dr. Isa An Nagib, SpOT, yang mengambil bidang spesialisasi Orthopedi.
Adapun tiga yang lainnya, masih menekuni profesi sebagai dokter umum, yang masing-masing adalah Dr. Fatimah yang menjadi Wakil Direktur RS. Ibu dan Anak Permata Hati Balikpapan, Dr. Zen Firhan, Dokter Umum di Balai Pengobatan Depok Medical Service dan Sawangan Medical Center, dan Dr. Nur Dalilah-Dokter Umum di RS. Permata Cibubur. Hanya dua orang lainnya yang tidak mengambil bidang kedokteran namun mengambil bidang kimia dan desain.

Seperti diakui Nafisah, tak terlintas dibenaknya anak-anaknya akan menjadi dokter. Apalagi mengingat latar belakang akademik kedua pasangan suami isteri ini sama sekali tak bersinggungan dengan kedokteran. Sang suami almarhum adalah sarjana ekonomi dan Nafisah sendiri lulusan SMA. Keduanya kemudian membuka usaha dagang batik kain. Tapi ketika sang anak pertama, Dr. Idrus Alwi, meminta untuk kuliah di kedokteran, keduanya hanya bisa mendukung. Tak dinyana, jejak sang kakak kemudian ditiru oleh adik-adiknya.

Karena keunikan ini maka tak heran Museum Rekor Indonesia (MURI), menganugerahkan rekor pada keluarga ini. Penyerahan piagam MURI dilakukan pada 3 Pebruari 2010, di Jaya Suprana School of Performing Art, Mall of Indonesia, Jakarta Utara.
Selamat, Bunda!!!

http://pendekarkedokteran.wordpress.com

Jumat, 10 Mei 2013

Ibu Jualan Lontong, Anak S-2 di Jerman

Ibu Jualan Lontong, Anak S-2 di JermanKompasiana Munir AsMak Wati (60) penjual makanan di dalam Gedung Nusantara I, Kompleks DPR, seorang anaknya berhasil sekolah di Universitas Konstanz, Jerman. Wanita kelahiran Purworejo Jawa Tengah ini telah mulai berjualan di DPR sejak 1984.

JAKARTA, KOMPAS.com — Tak pernah terpikir di benak Watiyah (60) alias Mak Wati bisa melihat putri bungsunya, Riska Panca Widowati (23) menempuh pendidikan S-2 di luar negeri. Pada 2011 lalu, Riska mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan master ke Universitas Konstanz, di Kota Konstanz, Jerman. Sebelumnya, ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di jurusan Sastra Jerman, Universitas Negeri Jakarta, angkatan 2007.

Salah satu yang membuat Mak Wati "serasa bermimpi" adalah kondisi keluarganya yang hanya golongan ekonomi menengah ke bawah. Suaminya, Wagimin, hanya seorang buruh bangunan, sementara Mak Wati berjualan makanan keliling di Gedung DPR, Jakarta. Mak Wati dan Wagimin memiliki lima orang anak.

Mak Wati lantas berkisah, ketika awal mula ia mendapatkan kabar gembira dari putrinya. Awalnya, ia melarang Riska untuk berangkat ke Jerman. Mak Wati khawatir dengan kehidupan yang akan dijalani Riska di negeri orang. Namun, setelah mendapatkan masukan dari banyak orang dan melihat kemauan keras putrinya, Mak Wati pun memberi restu.

"Saya mah enggak tahu beasiswanya dari mana. Anak saya enggak ngajuin, tapi ditawarin kuliah di Konstanz, tinggalnya di asrama," kata Mak Wati, saat dijumpai Kompas.com, di lantai 18, Gedung Nusantara I, DPR, Rabu (8/5/2013) pagi

"Skype"-an

Setelah Riska berangkat ke Jerman, Mak Wati, yang tinggal di Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ini pun menjadi melek teknologi. Jarak jauh membuatnya menjadi akrab dengan internet, demi mengobati rindu melihat putrinya. Salah satu andalannya adalah menggunakan Skype. Menurutnya, jika sudah "Skype"-an dengan Riska, ia menjadi lupa waktu. Berjam-jam ia habiskan di depan layar komputer untuk ngobrol dengan putrinya.

"Dia (Riska) yang nelepon, kadang malah sambil makan. Sekarang dia gemukan, tambah putih, tambah cantik. Dia sudah ke mana-mana katanya, fotonya banyak, ke Berlin juga sudah," ujar Mak Wati sambil tersenyum.

Bila tak ada halangan, pada September 2013 nanti Riska akan menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia. Mak Wati mengaku tak memiliki rencana khusus untuk menyambut putrinya. Ia hanya berharap Riska kelak bisa berhasil dan bisa mengangkat derajat keluarganya.

Terkenal di DPR

Nama Mak Wati begitu dikenal di Gedung DPR. Khususnya di kalangan asisten dan staf ahli angggota DPR, PNS kesekretariatan, sampai petugas Pamdal, dan office boy. Sejak tahun 1984, wanita yang memiliki 10 orang cucu ini mulai menjajakan dagangannya.

Saat ini, ia biasa berjualan di Gedung Nusantara I, di sekitar lantai 3 hingga lantai 22. Selain lebih murah, makanan yang dijual Mak Wati juga memiliki rasa yang enak. Ada lontong sayur, bihun goreng, dan aneka gorengan serta camilan. Makanan yang dijual mulai dari Rp 500 sampai Rp 7.000. Tak heran bila dagangannya cepat habis. Biasanya, ia pulang ke rumah sebelum sore dengan membawa hasil berjualan sebesar Rp 100.000 - Rp 150.000.



Indonesia Jaya on FB