Kamis, 07 Maret 2013

SAJAK PEPERANGAN ABIMANYU (Untuk puteraku, Isaias Sadewa)


Oleh : W.S. Rendra

Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru. 
Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya. 
Hatinya damai, 
di dalam dadanya yang bedah dan berdarah, 
karena ia telah lunas 
menjalani kewjiban dan kewajarannya.
Setelah ia wafat 
apakah petani-petani akan tetap menderita,
 
dan para wanita kampung
 
tetap membanjiri rumah pelacuran di kota ?
 
Itulah pertanyaan untuk kita yang hidup.
 
Tetapi bukan itu yang terlintas di kepalanya
 
ketika ia tegak dengan tubuh yang penuh luka-luka.
 
Saat itu ia mendengar
 
nyanyian angin dan air yang turun dari gunung.
Perjuangan adalah satu pelaksanaan cita dan rasa. 
Perjuangan adalah pelunasan kesimpulan penghayatan.
 
Di saat badan berlumur darah,
 
jiwa duduk di atas teratai.
Ketika ibu-ibu meratap 
dan mengurap rambut mereka dengan debu,
 
roh ksatria bersetubuh dengan cakrawala
 
untuk menanam benih
 
agar nanti terlahir para pembela rakyat tertindas
 
– dari zaman ke zaman

Jakarta, 2 Sptember 1977 
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://zhuldyn.wordpress.com)

0 comment: