That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth..

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth.

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth

That's all about Fishary and Marine

Indonesia has the most ocean regions, marine undeniable richness in Indonesia is enormous. Indonesia's sea area of about 5.8 million km2, consisting of 0.3 million km2 of territorial waters, 2.8 million km2 of inland waters and islands, 2.7 million km2 Exclusive Economic Zone (EEZ), and consists of more than 17,500 islands, save a tremendous wealth.

Tampilkan postingan dengan label Islamic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamic. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Mei 2013

Tidak Semua Pengemis Layak Diberikan Zakat

Tidak Semua Pengemis layak Menerima ZakatDalam artikel sebelumnya, telah disebutkan delapan kategori org yang berhak menerima zakat. Yang menjadi bahasan kali ini adalah, apakah para pengemis itu masuk dalam kategori orang yang berhak menerima zakat?

Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa dalam Islam, aktivitas mengemis merupakan hal yang sangat hina dan dikecam. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ 
“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, diajarkan agar kaum muslimin menjadi manusia-manusia yang produktif dan menjaga kehormatan dirinya. Oleh karena itu, lebih baik seseorang jadi kuli, yang bekerja keras untuk mendapatkan pendapatan, daripada menjadi peminta-minta. Ini lebih cool dan terhormat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ 
“Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya dibanding dengan seseorang yang meminta-minta (mengemis) lantas ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu padanya.”
(HR. Bukhari)

Realita

Secara umum, masyarakat memandang pengemis adalah termasuk kaum fakir atau miskin. Namun, apakah layak seorang dikatakan fakir jika ia mampu membangun rumah berlantai keramik dan berparabola? Apakah layak dikatakan miskin jika ia mampu membawa uang Rp 54 juta dan 75 gram emas? Salah satu situs berita beberapa waktu yang lalu memberitakan hal yang mencengangkan. Disebutkan bahwa Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana I Wayan Windia menemukan fakta mencengangkan soal pengemis di Kota Banjarmasin. Di kota itu, pendapatan pengemis tiap bulannya diperkirakan mencapai Rp 2,5 juta per bulan. Bahkan, Satpol PP Kota Banjarmasin kaget ketika menjaring sepasang suami istri yang sehari-hari mengemis. Petugas menemukan keduanya membawa uang sebanyak Rp 54 juta dan 75 gram emas.

Bahkan, salah satu daerah di Madura, ada sebuah desa yang terkenal dengan sebutan desa pengemis karena sekitar 80% warganya berprofesi sebagai pengemis. Nama desa itu adalah desa Pragaan. Ketika masuk desa ini, jangan harap melihat pemukiman kumuh, rumah beralaskan tanah, atau rumah sederhana dari susunan bambu. Di desa ini sudah tidak asing lagi dengan rumah berukuran besar dan kokoh, yang dilengkapi antena parabola, serta lantai keramik lengkap dengan berbagai macam hiasan.
Dengan kondisi demikian, apakah mereka layak diberi harta zakat?

Ingat Kembali Delapan Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

Realita di atas harus menjadi pertimbangan kita, apakah para pengemis itu pantas mendapatkan harta zakat? Kalau pantas, lalu masuk kategori mana: fakir, miskin, amil, muallaf, riqaab, gharim, fi sabilillah, atau ibnu sabil? Secara umum, masyarakat memandang pengemis adalah termasuk kaum fakir atau miskin. Namun, apakah layak seorang dikatakan fakir jika ia mampu membangun rumah berlantai keramik dan berparabola? Apakah layak dikatakan miskin jika ia mampu membawa uang Rp 54 juta dan 75 gram emas?

Sesungguhnya, jika para pengemis itu fisiknya masih mampu dan kuat untuk bekerja, mereka tidak layak menerima harta zakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَظَّ فِيهَا لَغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ مُكْتَسِبٍ
 “Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan dan tidak pula bagi orang yang kuat untuk bekerja.”
(H.R. Al-Baihaqi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ سَوِىٍّ
“Tidak halal zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi fisiknya sempurna (artinya: mampu untuk bekerja-pen)”.
(H.R. Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

 

Pengemis Tetap Bisa Mendapatkan Bantuan

Jika uraian di atas menunjukkan bahwa ada sebagian pengemis yang tidak layak diberikan harta zakat, di sisi lain kita juga perlu mengingat bahwa memberikan bantuan sedekah terhadap pengemis termasuk amal kebajikan yang diterangkan dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, yang artinya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقاَمَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan  orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al-Baqarah: 177)
Ayat di atas menunjukkan bahwa menyedekahkan harta kepada pengemis termasuk amal kebajikan. Lalu, apakah ini kontradiksi dengan penjelasan sebelumnya? Jawabannya, tidak. Ini karena zakat dan sedekah merupakan hal yang berbeda. Zakat sudah ditentukan secara khusus penerimanya hanya terbatas delapan golongan. Adapun sedekah, penyalurannya lebih longgar. Sedekah bisa disalurkan kepada selain delapan golongan, semisal untuk membangun fasilitas publik, renovasi masjid, termasuk untuk program pembinaan masyarakat. Dengan demikian, sedekah dapat diberikan kepada para pengemis pula. Bahkan, pengemis yang fisiknya masih kuat, tetap bisa kita beri bantuan uang bukan zakat, sambil dinasihati agar meninggalkan profesinya tersebut. Atau, diberikan uang pancingan modal usaha agar ia bisa beralih kepada profesi yang produktif dan bermanfaat. Orang yang menjadikan profesinya sebagai pengemis untuk memperkaya diri sendiri, perlu diingatkan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barang siapa meminta minta harta kepada orang lain dalam rangka memperkaya diri sendiri, sebenarnya dia meminta untuk diberi bara api neraka. Maka, hendanya dia memperbanyak bara api yang dia kumpulkan atau mempersedikit.”
(H.R. Muslim)
Adapun jika pengemis tersebut memiliki -maaf- fisik yang kurang sempurna (cacat) sehingga tidak memungkinan baginya untuk bekerja, atau umurnya sudah tua renta, atau dari kalangan janda atau wanita miskin yang tidak memiliki sanak kerabat yang membantunya, merekalah yang baru layak diberikan zakat.
Wallahu a’lam.

Source : Peduli Muslim

Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat


Orang-orang yang berhak menerima zakat | Peduli MuslimZakat merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan setiap muslim yang diberikan kelebihan rezeki. Penunaian ini harus tepat sasaran, sesuai aturan syariat. Oleh karena itu, seorang muslim harus mengetahui siapa saja yang berhak menerima zakat. Siapa sajakah mereka?

Kriteria golongan yang masuk kategori berhak menerima zakat, terdapat dalam ayat berikut:


 
إنمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ 
 اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
  1. orang-orang fakir,
  2. orang-orang miskin,
  3. amil zakat,
  4. para mu’allaf (yang dibujuk) hatinya (agar kokoh dalam Islam)
  5. untuk (memerdekakan) budak,
  6. orang-orang yang terlilit utang,
  7. untuk fi sabilillah (jihad), dan
  8. untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

(Q.S. At Taubah: 60)

Ayat di atas menunjukkan bahwa yang berhak menerima zakat hanya sebatas delapan golongan di atas. Oleh karena itu, tidak dibenarkan menyalurkan harta zakat untuk pembangunan fasilitas publik, seperti jalan raya, jembatan, maupun masjid.

Pembiayaan pembangunan fasilitas publik, dapat diambilkan dari harta sedekah atau infaq.

Source : Peduli Muslim

Minggu, 21 April 2013

PERISTIWA ANEH SEBUAH JENAZAH KELUAR ULAT DAN KOTORAN DARI MULUTNYA (KISAH NYATA)


Bismillahir-Rahmanir-Rahim ..... 

Ini adalah kisah nyata, kisah proses penguburan seorang pejabat di sebuah kota di Jawa Timur. Nama dan alamat sengaja tidak disebutkan untuk menjaga nama baik jenazah dan keluarga yang ditinggalkan. Insya Allah kisah ini menjadi hikmah dan cermin bagi kita semua sebelum ajal menjemput.

Kisah ini diceritakan langsung oleh seorang Modin (pengurus jenazah) kepada saya. Dengan gaya bertutur, selengkapnya ceritanya begini :

Saya terlibat dalam pengurus jenazah lebih dari 16 tahun, berbagai pengalaman telah saya lalui, sebab dalam jangka atau kurun waktu tersebut macam-macam jenis mayat sudah saya tangani. Ada yang meninggal dunia akibat kecelakaan, sakit tua, sakit jantung, bunuh diri dan sebagainya. Bagaimanapun, pengalaman mengurus satu jenazah seorang pejabat yang kaya serta berpengaruh ini, menyebabkan saya dapat kesempatan 'istimewa' sepanjang hidup. Inilah pertama saya bertemu cukup aneh, menyedihkan, menakutkan dan sekaligus memberikan banyak hikmah.

Sebagai Modin tetap di desa, saya diminta oleh anak almarhum mengurus jenazah Bapaknya. Saya terus pergi ke rumahnya. Ketika saya tiba sampai ke rumah almarhum tercium bau jenazah itu sangat busuk. Baunya cukup memualkan perut dan menjijikan. Saya telah mengurus banyak jenazah tetapi tidak pernah saya bertemu dengan mayat yang sebusuk ini. Ketika saya lihat wajah almarhum, sekali lagi saya tersentuh. Saya tengok wajahnya seperti dirundung oleh macam-macam perasaan takut, cemas, kesal dan macam-macam. Wajahnya seperti tidak mendapat nur dari Allah SWT.

Kemudian saya pun ambil kain kafan yang dibeli oleh anak almarhum dan saya potong. Secara kebetulan pula, disitu ada dua orang yang pernah mengikuti kursus "fardu kifayah" atau pengurus jenazah yang pernah saya ajar. Saya ajak mereka mambantu saya dan mereka setuju.

Tetapi selama memandikan mayat itu,kejadian pertama pun terjadi, sekedar untuk pengetahuan pembaca, apabila memandikan jenazah, badan mayat itu perlu dibangunkan sedikit dan perutnya hendaklah diurut-urut untuk mengeluarkan kotoran yang tersisa. Maka saya pun urut-urut perut almarhum. Tapi apa yang terjadi, pada hari itu sangat mengejutkan.

Allah SWT berkehendak dan menunjukkan kekuasaannya karena pada hari tersebut, kotoran tidak keluar dari dubur akan tetapi melalui mulutnya. Hati saya berdebar-debar. Apa yang sedang terjadi di depan saya ini? Telah dua kali mulut mayat ini memuntahkan kotoran, saya harap hal itu tidak terulang lagi karena saya mengurut perutnya untuk kali terakhir.

Tiba-tiba ketentuan Allah SWT berlaku, ketika saya urut perutnya keluarlah dari mulut mayat itu kotoran bersama beberapa ekor ulat yang masih hidup. Ulat itu adalah seperti ulat kotoran (belatung). Padahal almarhum meninggal dunia akibat diserang jantung dan waktu kematiannya dalam tempo yang begitu singkat mayatnya sudah menjadi demikian rupa ? saya lihat wajah anak almarhum.

Mereka seperti terkejut. Mungkin malu, terperanjat dan aib dengan apa yang berlaku pada Bapaknya,kemudian saya tengok dua orang pembantu tadi, mereka juga terkejut dan panik. Saya katakan kepada mereka,"Inilah ujian Allah terhadap kita". Kemudian saya minta salah satu seorang dari pada pembantu tadi pergi memanggil semua anak almarhum.

Almarhum pada dasarnya seorang yang beruntung karena mempunyai tujuh orang anak, kesemuanya laki-laki. Seorang berada di luar negeri dan enam lagi berada di rumah. Ketika semua anak almarhum masuk,saya nasehati mereka. Saya mengingatkan mereka bahwasanya tanggung jawab saya adalah membantu menguruskan jenazah Bapak mereka,bukan menguruskan semuanya,tanggung jawab ada pada ahli warisnya.

Sepatutnya sebagai anak, mereka yang lebih afdal menguruskan jenazah Bapak mereka itu,bukan hanya iman,hanya bilal,atau guru. Saya kemudian meminta ijin serta bantuan mereka untuk menunggingkan mayat itu. Takdir Allah ketika ditunggingkan mayat tersebut,tiba-tiba keluarlah ulat-ulat yang masih hidup, hampir sebaskom banyaknya. Baskom itu kira-kira besar sedikit dari penutup saji meja makan. Subhanallah suasana menjadi makin panik. Benar-benar kejadian yang luar biasa sulit diterima akal pikiran manusia biasa. Saya terus berdoa dan berharap tidak terjadi lagi kejadian yang lebih ganjil. Selepas itu saya memandikan kembali mayat tersebut dan saya ambilkan wudhu. Saya meminta anak-anaknya kain kafan.

Saya bawa mayat ke dalam kamarnya dan tidak diijinkan seorang pun melihat upacara itu terkecuali waris yang terdekat sebab saya takut kejadian yang lebih aib akan terjadi. Peristiwa apa pula yang terjadi setelah jenazah diangkat ke kamar dan hendak dikafani, takdir Allah jua yang menentukan, ketika mayat ini diletakkan di atas kain kafan, saya dapati kain kafan itu hanya cukup menutupi ujung kepala dan kaki tidak ada lebih, maka saya tak dapat mengikat kepala dan kaki.

Tidak keterlaluan kalau saya katakan ia seperti kain kafan itu tidak mau menerima mayat tadi. Tidak apalah, mungkin saya yang khilaf dikala memotongnya. Lalu saya ambil pula kain, saya potong dan tampung di tempat-tempat yang kurang.Memang kain kafan jenazah itu jadi sambung-menyambung, tapi apa mau dikata, itulah yang dapat saya lakukan.Dalam waktu yang sama saya berdoa kepada Allah "Ya Allah, jangan kau hinakan jenazah ini ya Allah, cukuplah sekedar peringatan kepada hamba-Mu ini."

Selepas itu saya beri taklimat tentang sholat jenazah tadi, satu lagi masalah timbul, jenazah tidak dapat dihantar ke tanah pekuburan karena tidak ada mobil jenazah/mobil ambulance. Saya hubungi kelurahan, pusat Islam, masjid, dan sebagainya, tapi susah. Semua sedang terpakai, beberapa tempat tersebut juga tidak punya kereta jenazah lebih dari satu karena kereta yang ada sedang digunakan pula.

Suatu hal yang saya pikir bukan sekedar kebetulan. Dalam keadaan itu seorang hamba Allah muncul menawarkan bantuan. Lelaki itu meminta saya menunggu sebentar untuk mengeluarkan van/sejenis mobil pick-up dari garasi rumahnya. Kemudian muncullah sebuah van. Tapi ketika dia sedang mencari tempat untuk meletakkan vannya itu dirumah almarhum, tiba-tiba istrinya keluar. Dengan suara yang tegas dia berkata dikhalayak ramai: "Mas, saya tidak perbolehkan mobil kita ini digunakan untuk angkat jenazah itu, sebab semasa hayatnya dia tidak pernah mengijinkan kita naik mobilnya." Renungkanlah kalau tidak ada apa-apanya,tidak mungkin seorang wanita yang lembut hatinya akan berkata demikian. Jadi saya suruh tuan yp punya van itu membawa kembali vannya.

Selepas itu muncul pula seorang lelaki menawarkan bantuannya. Lelaki itu mengaku dia anak murid saya. Dia meminta ijin saya dalam 10-15 menit membersihkan mobilnya itu. Dalam jangka waktu yang ditetapkan itu,muncul mobil tersebut, tapi dalam keadaan basah kuyup. Mobil yang dimaksudkan itu sebenarnya lori. Dan lori itu digunakan oleh lelaki tadi untuk menjual ayam ke pasar,dalam perjalanan menuju kawasan pekuburan,saya berpesan kepada dua pembantu tadi supaya masyarakat tidak usah membantu kami menguburkan jenazah,cukup tinggal di camping saja akan lebih baik. Saya tidak mau mereka melihat lagi peristiwa ganjil. Rupanya apa yang saya takutkan itu berlaku sekali lagi, takdir Allah yang terakhir amat memilukan.

Sesampainya Jenazah tiba di tanah pekuburan, saya perintahkan tiga orang anaknya turun ke dalam liang dan tiga lagi menurunkan jenazah. Allah berkehendak semua atas makhluk ciptaan-Nya berlaku, saat jenazah itu menyentuh ke tanah tiba-tiba air hitam yang busuk baunya keluar dari celah tanah yang pada asal mulanya kering.

Hari itu tidak ada hujan, tapi dari mana datang air itu? sukar untuk saya menjawabnya. Lalu saya arahkan anak almarhum, supaya jenazah bapak mereka dikemas dalam peti dengan hati-hati. Saya takut nanti ia terlentang atau telungkup na'udzubillah. Kalau mayat terlungkup, tak ada harapan untuk mendapat safa'at Nabi. Papan keranda diturunkan dan kami segera timbun kubur tersebut. Selepas itu kami injak-injak tanah supaya mampat dan bila hujan ia tidak mendap/ambrol. Tapi sungguh mengherankan, saya perhatikan tanah yang diinjak itu menjadi becek. Saya tahu, jenazah yang ada di dalam telah tenggelam oleh air hitam yang busuk itu.

Melihat keadaan tersebut, saya arahkan anak-anak almarhum supaya berhenti menginjak tanah itu. Tinggalkan lobang kubur 1/4 meter. Artinya kubur itu tidak ditimbun hingga ke permukaan lubangnya, tapi ia seperti kubur berlobang. Tidak cukup dengan itu, apabila saya hendak bacakan talqin, saya lihat tanah yang diinjak itu ada kesan serapan air.

Masya Allah, dalam sejarah peristiwa seperti itu terjadi. Melihat keadaan itu, saya ambil keputusan untuk selesaikan penguburan secepat mungkin.

Sejak lama terlibat dalam penguburan jenazah, inilah mayat yang saya tidak talqimkan. Saya bacakan tahlil dan doa yang paling ringkas. Setelah saya pulang ke rumah almarhum dan mengumpulkan keluarganya. Saya bertanya kepada istri almarhum, apakah yang telah dilakukan oleh almarhum semasa hayatnya.

1. Apakah dia pernah menzalimi orang alim ?

2. Mendapat harta secara merampas,menipu dan mengambil yang bukan haknya?

3. Memakan harta masjid dan anak yatim ?

4. Menyalahkan jabatan untuk kepentingan sendiri ?

5. Tidak pernah mengeluarkan zakat, shodaqoh atau infaq ?

Istri almarhum tidak dapat memberikan jawabannya. Memikirkan mungkin dia malu Untuk memberi tahu, saya tinggalkan nomor telepon rumah. Tapi sedihnya hingga sekarang, tidak seorang pun anak almarhum menghubungi saya. Untuk pengetahuan umum, anak almarhum merupakan orang yang berpendidikan tinggi hingga ada seorang yg beristrikan orang Amerika, seorang dapat istri orang Australia dan seorang lagi istrinya orang Jepang. Peristiwa ini akan tetap saya ingat. Dan kisah ini benar-benar nyata bukan rekaan atau isapan jempol. Semua kebenaran saya kembalikan kepada Allah SWT pencipta jagad raya ini.

Kepada kita semua pembaca setia renungan Media Informasi ini, tanyalah diri kita akankah kita menginginkan peristiwa itu terjadi pada diri kita sendiri, ibu, bapak kita, anak kita atau kaum keluarga kita ?

Renungkanlah...

Pada akhirnya setelah semalam merenungkan artikel ini dalam hati terbersit do'a: "Ya Allah jauhkanlah Aku dan keluargaku dari peristiwa itu dan peristiwa yang semacam dengan itu. Ya Allah jauhkanlah Aku dan keluargaku dari akhlaq yang menjadikan peristiwa itu dan peristiwa yang semacam dengan itu."

Wassalamu'alaikum.

Untuk saudara-saudaraku yang kucintai karena Allah...SHARE Berita ini kepada saudara-saudara kita yang lain untuk mengingatkan diri kita semua untuk selalu memperbaiki semua amalan dalam diri kita dan kita adalah mahluk yang lemah dimana apapun yang Allah inginkan tiada yang dapat menghalangiNya.

Sumber: “ Mutiara Hikmah “

Kamis, 28 Februari 2013

Ingin di Doakan Malaikat? Ini Amalannya


1.. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci’” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2.. Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Shahih Muslim no. 469)

3.. Orang - orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4.. Orang - orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5.. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (Shahih Bukhari no. 782)

6.. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia’” (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7.. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit)

sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku ?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8.. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Shahih Muslim no. 2733)

9.. Orang-orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10.. Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang makan sahur” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11.. Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12.. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Manusia Bertanya, Al-Qur'an Menjawab


-Manusia bertanya : bolehkah aku frustrasi ? -AL-QUR'AN menjawab : janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman . ( Ali Imran : 139 )

-Manusia bertanya : kenapa aku diberi ujian seberat ini ? -AL-QUR'AN menjawab : ALLAH tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ( Al-Baqarah : 286 )

-Manusia bertanya : kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik ? -AL-QUR'AN menjawab : boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, ALLAH mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui . ( Al-Baqarah : 216 )

-Manusia bertanya : kenapa aku diuji ? -AL-QUR'AN menjawab : apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : " kami telah beriman ", sedang mereka tidak diuji lagi ? ( Al-Ankabuut : 2 )

-Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya ALLAH mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta .( Al-Ankabuut : 3 )

-Manusia bertanya : bolehkah aku berputus asa ? -AL-QUR'AN menjawab : Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir . ( Yusuf : 87 )

-Manusia bertanya : bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini ?  -AL-QUR'AN menjawab : hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada ALLAH supaya kamu beruntung . ( Ali Imraan : 200 )

-Manusia bertanya : bagaimana menguatkan hatiku ? -AL-QUR'AN menjawab : cukuplah ALLAH bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakal . ( At-Taubah : 129 )

-Manusia bertanya : apa yang kudapat dari semua ujian ini ? ~ -AL-QUR'AN menjawab : sesungguhnya ALLAH telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka . ( At-Taubah : 111 ) 

Lelaki Dua Surga


dakwatuna.com – “Sesungguhnya putriku ini adalah amanah di pundakku dan aku berusaha mencari untuk kebaikan urusannya pada apa yang telah aku perbuat.”Atas alasan itulah Said Bin Musayyib menolak pinangan Amirul Mukminin dan menikahkan putrinya dengan orang kalangan biasa dari kaum muslimin.

Mendung duka belum tersaput dari wajah lelaki yang baru kehilangan orang yang paling dikasihi. Dia tidak tahu bahwa ternyata malam itu adalah malam terakhir dirinya menjumpai istri di rumahnya yang sederhana.. Terbayang kembali wajah istrinya, yang demikian baik kepadanya. Dialah yang senantiasa menghibur kesedihannya. Ikut memahami dan merasakan kegalauannya. Istri yang selalu mendoakannya agar dirinya mendapatkan hidayah Allah. Istri yang senantiasa mengalirkan air mata pada tiap-tiap pertengahan malam, yang selalu menyemangati untuk selalu mencari ridha Allah.

Namun kegembiraan tidaklah boleh berlebihan, duka pun tak boleh berkelanjutan. Pria shaleh yang mendalam ilmunya ini menyadari bahwa duka kematian istrinya tidak boleh berlarut-larut. Kecintaannya akan majelis ilmu yang dipimpin gurunya Said Bin Musayyib harus segera dihadiri lagi.

“Allahu akbar, Allahu akbar,” Adzan subuh pun berkumandang. Gemanya menggetarkan jiwa. Menerobos bilik-bilik rumahnya yang sederhana. Suara yang selalu dinanti. Suara yang selalu bisa membawanya terbang tinggi, menikmati empuknya awan, terbang jauh, diayun gelombang sahara yang menenangkan. Lengkingan suara yang menghapus kedukaan, membawanya pada kegembiraan dan melupakan sejenak segala sesak yang menghimpit tenggorokan.

Aduhai, alangkah merdunya suara panggilan itu kali ini. Abu Wada’ah merasakan kedamaian dan ketentraman yang mendalam. Dia menjawab suara muadzin itu, tak terasa langkahnya telah membawanya ke masjid Nabawi. Masjid tempat dia selama ini menuntut ilmu. Abu Wada’ah kembali datang ke majelis sebagaimana biasa.

Abdullah bin Abu Wada’ah dalam beberapa riwayat sering disebut Abu Wada’ah, dia berguru kepada Said Bin Musayyib, seorang tokoh ulama dari generasi tabi’in bernasab langsung ke Bani Mahzhum. Seorang ulama yang selalu berpuasa di siang hari, bangun di tengah malam. Menunaikan haji sekitar empat puluh kali. Sejak empat puluh tahun tidak pernah terlambat dari takbir pertama di masjid Nabawi dan ia selalu menjaga untuk berada di shaf pertama. Allah menganugerahkan kelapangan rezeki, dia bisa menikah dengan siapa saja yang ia kehendaki dari wanita bangsawan Quraisy, namun ia lebih memilih putri Abu Hurairah ra dari seluruh para wanita. Yang demikian itu karena kedudukannya dari Rasulullah saw. dan keluasan riwayatnya terhadap hadits serta raghbah-nya (keinginannya) yang begitu besar dalam mengambil hadits darinya. Ia telah mendedikasikan dirinya untuk ilmu semenjak kecil.

Ia belajar dengan istri-istri Nabi saw. dan mengambil manfaat dari mereka. Berguru kepada Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Abbas dan Abdullah ibn Umar. Dan juga mendengar dari Utsman, Ali dan Shuhaib serta sahabat Nabi mulia saw yang lainnya. Said Bin Musayyib adalah seorang guru yang memiliki keteladanan yang tinggi. Beliau memiliki dan memimpin sebuah majelis ilmu (halaqah) yang cukup besar di Masjid Nabawi Madinah, di samping halaqah-halaqah yang lain yang ada di masjid itu, seperti halaqahnya ‘Urwah bin Zubair, dan Abdullah bin ‘Utbah.

Abu Wada’ah termasuk seorang murid yang setia, dia tidak pernah absen setiap kali sang guru mengajar. Makanya sewaktu Abu Wada‘ah tidak datang ke majelis halaqahnya beberapa kali, tentu saja Said Bin Musayyib merasa kehilangan murid setianya ini. Beliau merasa khawatir kalau-kalau ketidakhadirannya disebabkan karena sakit atau karena ada masalah yang menimpanya. Lalu beliau menanyakannya kepada murid-murid yang lainnya tentang keadaan Abu Wada’ah, tetapi mereka semua mengatakan tidak tahu.Subuh itulah untuk pertama kalinya Abu Wada’ah menampakkan diri kembali di majelis sebagaimana biasa. Maka sang guru Said Bin Musayyib segera menyambut kedatangannya dengan sapaan yang penuh perhatian.

“Ke mana saja engkau ya Aba Wada’ah?” Sapa Sang Guru penuh perhatian“Istriku meninggal dunia, sehingga aku sibuk mengurusinya,” Jawabnya.“Mengapa tidak memberitahu kami sehingga kami bisa menemanimu dan mengantarkan jenazah istrimu serta membantu segala keperluanmu,” Sang guru menunjukkan perhatiannya“Terima kasih, jazaakallahu khairan,” Jawab sang murid sambil menyembunyikan perasaannya yang terkesan memang sengaja tidak memberi tahu karena khawatir merepotkan gurunya. Dan ketika hendak beranjak pergi, sang guru menahannya. Sampai ketika semua murid yang lainnya telah pulang. Tidak berapa lama kemudian Said Bin Musayyib menghampiri Abu Wada’ah dan membisikan sesuatu kepadanya.“Apakah engkau belum terpikir untuk mencari istri yang baru ya Aba Wada’ah.” Bisik sang Guru dengan penuh kehati-hatian untuk menjaga perasaan muridnya.

“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu, siapa orangnya yang mau mengawinkan anak perempuannya dengan pemuda sepertiku yang sejak kecil yatim, fakir dan hingga sekarang ini aku hanya memiliki dua sampai tiga dirham,” Tandas Abu Wada’ah yang tampaknya ingin bersikap realistis terhadap keadaan dirinya.

“Aku yang akan mengawinkanmu dengan anak perempuanku,” Sang Guru menegaskan ucapannya. Abu Wada’ah terkejut dan dengan terbata-bata menanggapi tawaran gurunya.

“Eng,…engkau akan mengawinkanku dengan anak perempuanmu, padahal engkau tahu sendiri bagaimana keadaanku,” Abu Wada’ah menanggapi setengah tidak percaya.

Beberapa saat kemudian keduanya terdiam, Sang Guru sendiri tampak arif dan demikian memahami perasaan muridnya. Tak lama kemudian, Syaikh mengucapkan sebuah perkataan yang sama sekali tak diduga oleh Abu Wada’ah.

“Ya,…kenapa tidak, karena ketika telah datang seseorang yang aku ridha terhadap agamanya dan akhlaknya maka aku akan kawinkan anak perempuanku dengan orang itu, dan engkau termasuk orang yang aku ridha”. Tegas sang guru.

Padahal sebelum ini putri beliau pernah dilamar oleh Al-Walid bin Hisyam bin Abdul Malik, putra mahkota Dinasti Umayyah, pada saat ayahnya Amirul Mu’minin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah. Said Bin Musayyib menolak lamaran khalifah yang ingin menjodohkan putrinya dengan putera mahkotanya.

Putri Syaikh Said sendiri adalah salah seorang perempuan tercantik dan sempurna, seorang puteri yang paling mendalam ilmunya tentang Al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi meskipun yang melamar anaknya adalah putra mahkota, Said Bin Musayyib tidak canggung menyampaikan permintaan maafnya karena menolak lamarannya. Keluarga istana Dinasti Umayyah tetap berusaha keras untuk dapat mempersunting putrinya itu, namun Said Bin Musayyib tetap tak bergeming, karena ia mengetahui bahwa Al-Walid adalah pemuda yang banyak melakukan dosa dan lemah agamanya. Dalam pandangan ahlud-dunia sikap Said Bin Musayyib mungkin dinilai aneh karena menyia-nyiakan kesempatan untuk menaikkan taraf hidup.Sementara bagaimana dengan kita sekarang ini? Atas pertimbangan apa kita menerima dan menolak seseorang? Adalah Erich Fromm, dalam bukunya berjudul The Art of Loving, mengungkapkan dengan gamblang bahwa hubungan pria dan wanita pada jaman modern, pada akhirnya tak lebih dari sebuah proses tukar menukar seperti layaknya transaksi jual beli di era pasar bebas seperti saat ini. Sang pria menjual image-nya sebagai sosok yang tampan, dengan tubuh berotot, six packs, punya segala macam fasilitas mulai dari kendaraan keluaran terbaru, gagdet keluaran terbaru, dan style berpakaian yang tidak boleh ketinggalah jaman. Tak lupa, sang wanita pun menjual aset berharga berupa keindahan tubuhnya, kecantikan, tutur kata yang lemah lembut (meskipun aslinya kadang-kadang wataknya tidak lemah lembut sama sekali) hingga kecerdasan otaknya.– Astaghfirullah!

Namun Sa’id Bin Musayyib jauh dari sifat mengeksploitasi anaknya demi mengejar keuntungan dunia. Sebagai orang tua sekaligus seorang ‘alim, beliau hanya mendambakan putrinya mendapatkan jodoh dari orang yang bertaqwa dengan sesungguhnya. Dan pilihannya jatuh pada salah seorang murid majelis halaqahnya. Ia bukanlah seorang kaya, apalagi keturunan bangsawan, bahkan hanya seorang pemuda yatim yang berstatus duda dari wilayah Hayna.

Pada keduanya telah terjalin tafahum (saling memahami) tingkat tinggi. Bukan sekedar hubungan murid dengan guru semata akan tetapi lebih jauh dari itu adalah ta’akhi (persaudaraan) yang kental dan mendalam. Hubungan yang dirajut karena kecintaan kepada Allah semata dan jauh dari baju kepura-puraan, pura-pura shaleh, pura-pura ‘alim dan taqwa. Jadi Said Bin Musayyib meluluskan putrinya menikah dengan tak ada penilaian yang bersifat materi keduniaan dalam jiwa dan benaknya.

Tak berapa lama kemudian, Said Bin Musayyib memanggil beberapa orang muridnya yang kebetulan masih berada di dalam masjid. Ketika mereka ada di dekatnya, saat itu juga Said Bin Musayyib mengucapkan lafadz hamdalah dan shalawat atas Rasulullah saw… lalu disebutlah lafadz akad nikah antara putrinya dan Abu Wada’ah. Maharnya adalah uang senilai dua dirham.

Berbagai perasaan gembira, haru, bingung bercampur dalam hati Abu Wada’ah. Setelah selesai acara ‘aqad nikah yang sangat sederhana itu, ia segera pamit pulang ke rumahnya.

“Siang itu sebenarnya aku tengah puasa, tapi peristiwa itu menjadikan aku hampir lupa dengan puasaku…” Ungkap Abu Wada’ah dalam hati.

Sungguh bahagia Abu Wada’ah, saat segala takdir harus diterima dengan pasrah, saat Allah memberi kecukupan dengan karunia yang mungkin ‘terlihat’ apa adanya, saat rezeki yang bersahaja harus dipandang sebagai anugrah tak terkira, saat orang percaya atau tidak percaya, bahwa sesungguhnya engkau telah mendapat anugrah terindah…

Kilatan cahaya pikiran itu terus menerus menerangi sehingga membuka kesadaran yang hakiki. Hingga tiba adzan maghrib dan dia harus membatalkan puasanya. Selesai melakukan shalat maghrib, ia bersiap untuk ifthar dengan sepotong roti dan minyak.

Sementara di tempat lain Said Bin Musayyib setelah menyelesaikan prosesi akad nikah di Masjid Nabawi tadi, beliau kemudian pulang ke rumahnya dan mendapati putrinya tengah membaca Al-Qur’an.“Apa yang sedang engkau lakukan wahai putriku?”“Aku sedang membaca kitabullah wahai ayah…..”“Apakah engkau memahaminya?”“Ya, duhai ayahku. Tetapi, ada satu ayat yang aku belum bisa memahaminya sama sekali.”“Ayat apakah itu wahai putriku?” tanya sang ayah dengan penuh keheranan.“Yaitu firman Allah:‘Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan juga di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa neraka’.’ (Al-Baqarah : 201)

”Duhai ayahku, aku telah mengetahui bahwa kebaikan akhirat adalah jannah, lalu apakah yang dimaksud dengan kebaikan dunia?”

Sang ayah kemudian menjelaskan dengan penuh hangat, “Duhai putriku, kebaikan dunia adalah ketika seorang istri yang shalihah mendapatkan suami yang shalih. Hari ini Allah telah memberikan nikmat kepadamu dengan seorang suami yang shalih, maka bersiaplah untuk memasuki malam pertama bersamanya….”

Di rumahnya Abu Wada’ah belum tuntas menikmati sajian iftharnya berupa satu atau dua potong roti, tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu rumahnya. Kemudian dia berdiri untuk membuka pintu.“Siapa di luar…?” tanya Abu Wada’ah.“Saya Said,“ Jawab suara dari luar

Suara itu segera dikenalnya, yang tidak lain adalah Said Bin Musayyib. Ada apa gerangan? Karena saat itu sebenarnya Abu Wada’ah masih diliputi perasaan grogi dan cemas. Dalam benaknya, mungkin saja kedatangan syaikh Said hendak membatalkan urusan pernikahan ini, atau mungkin saja mempelai putri menolak menjadi istrinya. Tetapi, ketika dibuka pintu rumahnya, ternyata imam Said datang bersama putrinya yang telah memakai gaun pengantin

“Apa yang membuat Anda tergesa-gesa datang kemari wahai Syaikh?” Abu Wada’ah pun bertanya kepada sang imam.“Sesungguhnya Allah membenci jika salah seorang di antara kita bermalam tanpa memiliki istri. Sehingga, setan tidak mengganggunya wahai Abu Wada‘ah. Inilah aku bawakan istrimu, semoga engkau diberkahi dengannya, dan semoga ia juga mendapatkan barakah denganmu, serta mengumpulkan kalian berdua dalam naungan kebaikan.”

Kemudian Said Bin Musayyib meninggalkan putrinya di rumah Abu Wada’ah. Saat itu juga Abu Wada’ah berlari dan naik ke atap rumahnya dan memanggil seluruh tetangganya. Seketika itu pula, para tetangganya berhamburan mendatanginya dan bertanya,

“Ada apakah gerangan wahai Abu Wada‘ah sehingga engkau memanggil kami?” Tanya para tetangganya.“Said Bin Musayyib telah menikahkanku dengan putrinya. Beliau telah datang kepadaku malam ini untuk menyerahkan putrinya kepadaku. Dan sekarang, putrinya telah bersamaku.” Abu Wada’ah mengumumkan perihal keadaannya kepada mereka.

Para tetangga kemudian mendatanginya dan membantu hajat Abu Wada’ah. Kaum wanita mempersiapkan pengantin putri dan kaum lelaki mempersiapkan Abu Wada’ah agar bertemu dengan istrinya dalam keadaan terbaik. Dalam walimah sederhana itu tidak ada permainan dan perbuatan yang sia-sia.Kemudian para undangan pulang ke rumahnya masing-masing dengan mendapatkan balasan dari Allah dan juga rasa terima kasih dari Abu Wada’ah. Mempelai laki-lakipun kemudian masuk ke rumah menemui istri barunya. Ternyata, ia adalah wanita yang sangat cantik, paling hafal dengan kitabullah, paling tahu dengan sunnah Rasulullah dan paling paham akan hak-hak suami.

Setelah berlalu masa sepekan dari pernikahannya, diapun kemudian meminta ijin kepada istrinya untuk keluar.“Hendak ke mana duhai suamiku?”“Hendak menghadiri majelis ilmu Said Bin Musayyib….”“Duduklah di sini saja duhai suamiku. Akan aku ajarkan kepadamu ilmu Said Bin Musayyib….” Istrinya berkata dengan penuh hangat,

Lantas, Abu Wada’ah pun duduk bersamanya mengkaji ilmu agama. Suatu waktu, Said Bin Musayyib menengok keadaan Abu Wada’ah dan istrinya.“Mengapa sekarang engkau tak lagi menghadiri halaqah wahai Abdullah?”“Karena aku telah mendapati pada putri Said ilmunya Said,” Jawab Abdullah.Kebahagiaan tetaplah rahasia Ilahi, meskipun sejuta manusia menggapai langit dan menggali bumi. Kebahagiaan sejati hanya dilandasi keyakinan akan takdir sehingga menjunjung manusia kearah ketabahan, kepasrahan, keteduhan hati dan keikhlasan, bak mutiara terpendam yang menyorotkan cahaya pasrah, menyambut keridhaan Ilahi. Peneladanannya terhadap Nabi saw. menggeser segala kesukaannya terhadap segala penghuni bumi. Itulah sebabnya, kehambaannya bertahan walau cobaan menerpa. Abu Wada’ah berbahagia dengan takdirnya, maka keabadian menghampirinya dengan segala keindahannya. Surga dunia, juga surga Akhirat.


Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi 

Sumber: Shuwarun Min Hayaati at-Taabi’iin oleh Dr Abdurrahman Ra`fat al-Basya dan Al-Mukhtâr min qishasil Akhyâr oleh Musthafa Syaikh Ibrahim Haqqi.